lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya
persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan
telah menyadarkan manusia betapa pentingnya dukungan lingkungan dan peran
sumber daya alam terhadap kehidupan di alam semesta. Lingkungan tidak dapat
mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas. Apabila bumi ini sudah tidak mampu
lagi menyangga ledakan jumlah manusia beserta aktivitasnya, maka manusia akan
mengalami berbagai kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak harus
dikendalikan dan aktivitas manusianya pun harus memperhatikan kelestarian
lingkungan.[1]
Pelestarian lingkungan hidup mempunyai arti bahwa lingkungan hidup harus
dipertahankan sebagaimana keadaannya. Sedangkan lingkungan hidup itu justru
dimanfaatkan dalam kerangka pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hidup
mengalami proses perubahan. Dalam proses perubahan ini perlu dijaga agar
lingkungan hidup itu tetap mampu menunjang kehidupan yang normal.
Jika kondisi
alam dan lingkungan sekarang dibandingkan dengan kondisi beberapa puluh tahun
yang lalu, maka segera terasa perbedaan yang sangat jauh. Pembangunan telah
membawa kemajuan yang besar bagi kesejahteraan rakyat, di balik itu telah
terjadi pula perubahan lingkungan.
Pembangunan yang membawa perubahan pesat ini, tentu saja menimbulkan
perubahan pada lingkungan. Perubahan pada lingkungan telah melahirkan dampak
negatif. Sebagai contoh, pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya
perumahan-perumahan yang berdiri di atas lahan-lahan pertanian yang masih
produktif membuahkan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak
untuk membuka atau menggarap lahan marginal seperti tanah di tepi sungai, di
bukit dan di gunung, serta pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang
dapat berakibat terjadinya erosi tanah sampai pada tingkat yang
mengkhawatirkan.[2]
Pembangunan fisik yang tidak didukung oleh usaha kelestarian lingkungan
akan mempercepat proses kerusakan alam.[3]
Kerusakan alam tersebut, sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan dan perilaku
manusia itu sendiri yang tidak berwawasan lingkungan. Untuk itu perlu
diupayakan suatu bentuk pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana
menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.[4]
Sedangkan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)
didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri.[5]
Lahirnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan didorong oleh
lahirnya kesadaran terhadap masalah-masalah lingkungan dan lahirnya hukum
lingkungan sebagai konsep yang mandiri, terdorong oleh kehendak untuk menjaga,
membina dan meningkatkan kemampuan lingkungan dan sumber daya alam agar dapat
mendukung terlanjutkannya pembangunan.
Lingkungan hidup seharusnya dikelola dengan baik agar dapat memberikan
kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia. Adapun tujuan pengelolaan lingkungan
hidup adalah sebagai berikut:[6]
a)
Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.
b)
Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana.
c)
Terwujudnya manusia sebagai Pembina lingkunganhidup.
d) Terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan untuk generasi sekarang dan mendatang.
e)
Terlindunginya
Negara terhadap dampak kegiatan luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan
dan pencemaran lingkungan.
Unsur penting bagi
tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah terwujudnya manusia
sebagai pembina lingkungan hidup di mana pun berada. Manusia dengan
lingkungannya senantiasa terjadi interaksi yang aktif dan kontinu. Dia
mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, sehingga bisa
dikatakan membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya. Ketergantungan
manusia terhadap alam tidak hanya dikaitkan dengan kebutuhan pangan dan mineral
saja, tapi saling tergantung dan berinteraksi dalam bidang materi dan
non-materi. Namun demikian, manusia dimanapun juga selalu memperoleh predikat
yang demikian pahit yaitu selalu dianggap sebagai agen perusak (Agent of
Destruction).[7]
Setiap orang
mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebaliknya setiap
orang juga mempunyai kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup, termasuk
mencegah dan menanggulangi perusakan lingkungan hidup. Hak dan kewajiban ini
dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban berperan
serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut berarti pula
bahwa hak dan kewajiban itu dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung
hak dan kewajiban itu mempunyai hak akses terhadap data dan informasi mengenai
keadaan dan kondisi lingkungan hidup.[8]
Subjek hukum yang berada di pemerintahan mempunyai peran yang sangat strategis
yaitu mengeluarkan kebijakan dan mengawasinya. Subjek hukum yang bergerak di
sektor dunia usaha berperan langsung untuk mencemari atau tidak mencemari
lingkungan hidup. Subjek hukum yang
bergerak di sektor pendidikan mempunyai peran penting untuk jangka panjang
karena akan membentuk manusia yang seutuhnya agar mempunyai wawasan dan
kepedulian terhadap lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan suatu bentuk
pengaturan dan hukum yang tegas.
Hukum lingkungan
dalam pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan berfungsi untuk
mencegah terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan agar lingkungan
dan sumberdaya alam tidak terganggu kesinambungan dan daya dukungnya. Di
samping itu hukum lingkungan berfungsi sebagai sarana penindakan hukum bagi
perbuatan-perbuatan yang merusak atau mencemari lingkungan hidup dan sumber
daya alam.[9]
Selain itu, eksistensi hukum harus dipandang dari dua dimensi. Di satu pihak
hukum harus dilihat sebagai suatu bidang atau lapangan yang memerlukan
pembangunan dan pembinaan, di sini hukum berfungsi sebagai objek pembangunan.
Di pihak lain, dimensi hukum sebagai sarana penunjang terlanjutkannya
pembangunan. Hukum harus mampu berperan sebagai sarana pengaman pelaksanaan
pembangunan beserta hasil-hasilnya. Tegasnya, hukum lingkungan harus mampu
berperan sebagai sarana pengaman bagi terlanjutkannya pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Konsep AMDAL
pertama kali tercetus di Amerika Serikat pada tahun 1969 dengan istilah Environmental
Impact Assesment (EIA), akibat dari bermunculannya gerakan-gerakan dari
aktivis lingkungan yang anti pembangunan dan anti teknologi tinggi.[10]
AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang sedang direncanakan
terhadap lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
AMDAL mempunyai maksud sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif
terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu
aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Dengan demikian AMDAL merupakan sarana teknis yang dipergunakan untuk
memperkirakan dampak negatif dan positif yang akan ditimbulkan oleh suatu
kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup. Dengan dilaksanakannya
AMDAL, maka pengambilan keputusan terhadap rencana suatu kegiatan telah
didasarkan kepada pertimbangan aspek ekologis. Dari uraian di atas, maka
permasalahan yang kita hadapi adalah bagaimana malaksanakan pembangunan yang
tidak merusak lingkungan dan sumber-sumber daya alam, sehingga pembangunan
dapat meningkatkan kemampuan lingkungan
dalam mendukung terlanjutkannya pembangunan. Dengan dukungan kemampuan
lingkungan yang terjaga dan terbina keserasian dan keseimbangannya, pelaksanaan
pembangunan, dan hasil-hasil pembangunan dapat dilaksanakan dan dinikmati
secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Berangkat dari
pemaparan mengenai pembangunan dan Amdal di atas, maka dilema permasalahan
penegakan hukum lingkungan terhadap pelaksanaan pembangunan sudah menjadi
konsekuensi yang patut untuk diangkatkan dalam suatu karya tulis ilmiah
berbentuk makalah dengan judul “PERANAN
AMDAL DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penegakan hukum lingkungan hidup di
Indonesia melalui konsep AMDAL?
2. kendala-kendala apa saja yang menghambat
pelaksanaan AMDAL di Indonesia?
C.
Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini dilakukan
dengan metode studi kepustakaan. Berbagai sumber bacaan, terutama artikel dari
jurnal-jurnal pada beberapa situs internet, menjadi bahan rujukan penulis dalam
menyusun makalah ini. Penulis menemukan berbagai referensi mengenai hal yang
berhubungan dengan kebijakan pemerintah, namun amat sulit mendapatkan sumber
bacaan yang secara spesifik berbicara tentang faktor-faktor berpengaruh
pembuatan kebijakan birokrasi.
BAB II
A.
Kerangka Konseptual
a.
Analisis mengenai dampak lingkungan atau Environmental
Impact Analysis (EIA) muncul sebagai jawaban atas keprihatinan tentang dampak negative dari kegiatan manusia,
khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industry pada tahun 1960-an. Sejak itu AMDAL telah menjadi alat utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang
bersih lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
b.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah
keseluruhan proses yang meliputi penyusunan berturut-turut sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang terdiri dari:
-
Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian
analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan.
-
Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha atau kegiatan.
-
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya
penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan.
-
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari rencana usaha atau kegiatan.
B.
Kerangka Teoritis
Peningkatan usaha
pembangunan sejalan dengan peningkatan penggunaan sumber daya untuk menyokong
pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan dalam lingkungan hidup
manusia. Pembangunan ini merupakan proses dinamis yang terjadi pada salah satu
bagian dalam ekosistem yang akan mempengaruhi seluruh bagian. Kita tahu bahwa
pada era pembangunan dewasa ini, sumber daya bumi harus dikembangkan semaksimal
mungkin secara bijaksana dengan cara-cara yang baik dan seefisien mungkin.[11]
Lingkungan hidup
Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari berbagai daerah, masing-masing
sebagai subsistem yang meliputi aspek
sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara
subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan yang
berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan daya dukung
lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan subsistem yang juga
berarti meningkatkan ketahanan subsistem.[12]
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penegakan Hukum Lingkungan Di Indonesia
Melalui Konsep AMDAL
Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law enforcement. Istilah penegakan hukum dalam Bahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan hukum selalu dengan paksaan (force) sehingga ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja.[13] Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi preventif dan represif, cocok dengan kondisi Indonesia yang unsur pemerintahnya turut aktif dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.[14] Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.[15]
Penegakan hokum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Pengertian penegakan Hukum lingkungan dikemukakan oleh Biezeveld sebagai berikut:[16]
Environmental
law enforcement can be defined as the application of legal govermental powers
to ensure compliance with environmental regulations by means of:
a.
Administrative
supervision of the compliance with environmental regulations
b.
Administrative
measures or sanctions in case of non compliance
c.
Criminal
investigation in case of presumed offences
d.
Criminal
measures or sanctions in case of offences
e.
Civil
action (law suit) in case of (threatening) non compliance
Penegakan Hukum lingkungan merupakan penegakan hukum yang cukup rumit karena Hukum lingkungan menempa titik silang antara antara berbagai bidang Hukum klasik.[17] Penegakan Hukum lingkungan merupakan mata rantai terakhir dalam siklus pengaturan perencanaan kebijakan tentang lingkungan yang urutannya sebagai berikut:[18]
1. Perundang-undangan
2. Penentuan standar
3. Pemberian izin
4. Penerapan
5. Penegakan hukum
Menurut Mertokusumo, kalau dalam penegakan hukum, yang diperhatikan hanya kepastian hukum, maka unsur-unsur lainnya dikorbankan. Demikian pula
kalau yang diperhatikan hanyalah kemanfaatan, maka kepastian Hukum dan keadilan dikorbankan. Oleh karena itu dalam penegakan Hukum lingkungan ketiga unsur tersebut yaitu kepastian, kemanfaatan,
dan keadilan harus dikompromikan. Artinya ketiganya harus mendapat perhatian secara proposional seimbang dalam penanganannya, meskipun di
dalam praktek tidak selalu mudah melakukannya.[19]
Berbeda halnya dengan M. Daud Silalahi yang menyebutkan bahwa penegakan Hukum lingkungan mencakup penataan dan penindakan (compliance
and enforcement) yang meliputi Hukum administrasi negara, bidang Hukum perdata dan bidang Hukum pidana.[20]
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyediakan tiga macam penegakan Hukum lingkunganya itu penegakan Hukum administrasi, perdata dan pidana. Diantara ketiga bentuk penegakan hukum yang tersedia,
penegakan Hukum administrasi dianggap sebagai upaya penegakan Hukum terpenting. Hal ini karena penegakan Hukum administrasi lebih ditujukan kepada upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Di samping itu, penegakan Hukum administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.[21]
B.
Kendala Dalam Penegakan Hukum Lingkungan
Andi Hamzah menyebutkan adanya hambatan atau kendala terhadap penegakan Hukum lingkungan di Indonesia:[22]
1. Hambatan yang bersifat alamiah
Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan tersebar
di beberapa pulau serta beragam suku dan budaya memperlihakan persepsi hukum yang berbeda, terutama mengenai lingkungannya.
2. Kesadaran Hukum masyarakat masih rendah
Kendala ini sangat terasa dalam penegakan Hukum lingkungan Indonesia. Untuk itu sangat diperlukan pemberian penerangan dan penyuluhan Hukum secara luas.
3. Peraturan Hukum menyangkut penanggulangan masalah lingkungan belum lengkap, khususnya masalah pencemaran,
pengurasan, dan perusakan lingkungan.
Undang-undang tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup belum dilengkapi seluruhnya dengan peraturan pelaksanaannya sehingga sebagai kaderwet belum dapat difungsikan secara maksimal. Misalnya tentang penentuan pelanggaran yang mana dapat diterapkan sebagai pertanggung jawaban mutlak (strict
liability) secara perdata. Sudah ada ketentuan mengenai AMDAL, baku mutu, tetapi belum ada ketentuan tentang arti apa yang dimaksud dengan merusak atau rusak lingkungan di dalam ketentuan pidana. Begitu pula halnya dengan pengertian korporasi, korporasi dapat dipertanggung jawabkan pidana.
4. Para penegak Hukum belum mantap khususnya untuk penegakan Hukum lingkungan Para penegak Hukum belum menguasai seluk beluk Hukum lingkungan. Hal
ini dapat diatasi dengan memberikan pendidikan dan pelatihan. Disamping itu juga belum adanya spesialisasi penegak hukum
di bidang lingkungan.
5. Masalah pembiayaan Penanggulangan masalah lingkungan memerlukan biaya yang besar disamping penguasaan teknologi dan manajemen.
Perlu diketahui bahwa peraturan tantang lingkungan mempunyai dua sisi. Sisi
yang pertama adalah kaidah atau norma,
sedangkan sisi yang lain adalah instrumen yang merupakan alat untuk mempertahankan,
mengendalikan, dan menegakkan kaidah atau norma itu.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Penegakan
hukum lingkungan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini menyediakan tiga macam
aspek penegakan hukum lingkungan yaitu penegakan hukum administrasi, perdata
dan pidana. Salah satu upaya penegakan hukum lingkungan dengan aspek
administrasi adalah melalui konsep AMDAL sebagaimana diatur dalam dan tata
laksananya oleh Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012. Hal ini berkaitan
dengan pemberian izin terhadap pelaku usaha sampai kewenangan dalam melakukan
pengawasan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Beberapa negara
di kawasan Asia Tenggara juga mempunyai perangkat hukum tersendiri dalam
pengelolaan linkungannya. Pada umumnya pengaturan perundang-undangan mengenai
lingkungan hidup tumbuh dan berkembang setelah Konferensi Stockholm 1972.
2.
Sebagaimana telah dievaluasi, proses AMDAL di
Indonesia memiliki banyak kelemahan, diantaranya: AMDAL belum sepenuhnya
terintegrasi dalam perijinan suatu rencana kegiatan pembangunan, proses
partisipasi masyarakat belum sepenuhnya optimal. Selain itu juga terdapatnya
berbagai kelemahan di dalam penerapan studi-studi AMDAL dan masih lemahnya
metode-metode penyusunan AMDAL khususnya aspek sosial budaya. Untuk mengatasi
semua itu, maka Otto Soemarwoto menyarankan untuk meningkatkan efektifitas
AMDAL dengan menumbuhkan pengertian di kalangan perencana dan pemrakarsa proyek
akan pentingnya AMDAL, melakukan koreksi terhadap laporan AMDAL, dan
rekomendasi yang diberikan haruslah jelas sehingga para perencana dapat
menggunakannya. Semua itu harus didukung oleh Komisi AMDAL yang berkualitas dan
berwibawa.
B. Saran
Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan
kegiatan yang dilakukan antar generasi, karena mencakup multi disiplin. Untuk
efektifitas AMDAL instansi lingkungan dan sektoral pemerintah harus melakukan
koordinasi, berbagi informasi dan bekerja sama untuk menerapkan AMDAL dalam
siklus proyek, melakukan evaluasi terhadap usaha penilaian dan perencanaan
lingkungan, serta menyusun rekomendasi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar
Grafika, Jakarta:2005
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek,
SinarGrafika, Jakarta, 2002
Bruce Mitchell, B.
Setiawan dan Dwita Hadi, Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta,
Jakarta, 2004
Djoko Marsono, Konservasi sumber Daya Alam & Lingkungan
Hidup, Bigraf Publishing bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Teknik
Lingkungan YLH, Yogyakarta:2004
Effendy A. Sumardja, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta, 1998.
Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif
Etika Bisnis Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1999
F. Gunawan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002
Moh. Soerjani dkk, Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan, UI-Press:1987
Niniek Suparni, Pelestarian Pengelolaan dan Penegakan Hukum
Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta:1994
NHT. Siahaan, Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan,
Erlangga, Jakarta:1986
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan,
Djambatan, Jakarta, 2001
Otto Soemarwoto, Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta:2001
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2003
P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan
Penanggulangannya, Rineka Cipta, Jakarta:1992
Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001,
PT Grasindo, Jakarta:2000
R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar
Grafika, Jakarta:1996
Peraturan dan Perundang-undangan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang AMDAL
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Website
Website; Menteri Negara Lingkungan Hidup, http://www.menlh.go.id
Website; Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, http://www.walhi.or.id
[1]PramudyaSunu, MelindungiLingkungandenganMenerapkan ISO 14001,
PT GramediaWidiasarana Indonesia, Jakarta, 2001, hal 7.
[2]Arindra CK, Melindungi Lingkungan
Selamatkan Pembangunan. Dikutip dari situs www.
Pikiran-rakyat.com/cetak/06-4/05/index.htm, terakhir dikunjungi 24 Agustus
2006.
[3] Pramudya Sunu, Ibid, hal 13.
[4] Harun M. Husein, Lingkungan Hidup
Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta, 1992,
hal. 50.
[5] Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan
Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika
Bisnis Di Indonesia, Gramedia pustaka utama, 1999, hal xi
[6] Pramudya Sunu, Ibid, hal 22.
[7] Eggi Sudjana dan Riyanto, Ibid,
hal 2
[8] Niniek Suparni, Pelestarian,
Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 1994,
hal 111.
Komentar
Posting Komentar