BAB I
SEJARAH MASUKNYA ISLAM
DI INDONESIA
Negara
Indonesia mengikhtisarkan asal kedatangan Islam menjadi tiga teori besar.
Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat –
India melalui peran para pedagang india muslim pada sekitar abad ke-13 M.
kedua, teori makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari timur
tengah melalui jasa para pedagang arab muslim sekitar abad ke-7 M.ketiga, teori
Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam
perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13
M.melalui kesultanan tidore yang juga menguasai tanah papua, sejak abad ke-17,
jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai semenanjung onin di kabupaten
fakfak, papua barat, Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah
tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa arab yang telah bermukim
di pantai barat Sumatra.
Islam
telah dikenal di Indonesia pada abad pertama hijriah atau 7 masehi, meskipun
dalamfrekuensi tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan para
pedagang muslim yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk beberapa
waktu. Islam masuk ke indonesia melalui beberapa saluran antara lain
sebagai berikut:
Ø Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi
adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga
ke-16 M membuat pedagangan-pedangan muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil
bagian dalam perdangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan timur benua
asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena
para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham.
Ø Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim
memiliki status sosial yang lebih baik dari pada kebanyakan pribumi, sehingga
penduduk pribumu terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri
saodagar-saodagar itu. Sebelum kawin, mereka di Islamkan lebih dahulu. Setelah
mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul
kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam
perkembangan berikutnya, adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan
bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu.
Ø Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar Tasawuf atau para sufi,
mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah di kenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Diantara ahli-ahli Tasawuf yang memberikan ajaran
mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah
Fansuruh di Aceh, Syaik Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik
seperti ini berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
Ø Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui
pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang di selenggarakan oleh guru-guru
agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama,
guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren,
mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwa ke tempat tertentu
mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di
Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri.
Ø Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang
paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah
tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan
kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih di petik dari cerita
Mahabharata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disisipkan ajaran dan
nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan adalah
Islamisasi, seperti sastra (hikayat, badad, dan sebagainya), seni bangunan, dan
seni ukir.
Ø Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat
masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik
raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Kebangkitan Islam semakin
berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan. Pengetahuan mereka
akan kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat Indonesia, pada
saatnya mendorong lahirnya organisasi sosial, seperti Budi Utomo, Taman Siswa,
Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Selebes, dan lain sebagainya.
1.
PERJUANGAN KEMERDEKAAN UMAT ISLAM
Ø Masa Kolonial Belanda
Nasionalisme dalam pengertian politik,
baru muncul setelah H. Samanhudi menyerahkan tampuk pimpinan SDI pada bulam Mei
1912 kepada HOS Tjakroaminoto yang mengubah nama dan sifat organisasi serta
memperluas ruang geraknya. Sebagai organisasi politik pelopor nasinalisme
Indonesia, SI pada dekade pertama adalah organisasi politik besar yang merekrut
anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu,
ideologi bangsa memang belum beragam, semua bertekat ingin mencapai
kemerdekaan. Tjokroaminoto dalam pidatonya pada Kongres Nasional Sarekat Islam
yang berjudul “Zulfbetuur” tahun 1916 di Bandung mengatakan:
Tidak pantas lagi Hindia di perintah oleh
negeri Belanda, bagaikan tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya. Tidak pada
tempatnya, menganggap Hindia sebagai seekor sapi perahan yang hanya diberi
makan demi susunya. Tidaklah pantas, untuk menganggap negeri ini sebagai tempat
kemana orang berdatangan hanya untuk memperoleh keuntungan dan sekarang sudah
tidak pada tempatnya lagi bahwa penduduknya, terutama anak negerinya sendiri,
tidak mempunyai hak turut bicara dalam soal-soal pemerintahan yang mengatur
nasib mereka.
Demikianlah SI memperjuangkan pemerintahan
sendiri bagi penduduk Indonesia, bebas dari pemerintahan Belanda. Namun
demikian, dalam perjalanan sejarahnya, dikalangan tokoh-tokoh dan
organisasi-organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan
program; golongan revolusioner berhadapan dengan golongan moderat; dan politik
koperasi tidak sejalan dengan politik non-koperasi dan dilakukan oleh golongan
tertentu. Puncak perbedaan itu terjadi didalam tubuh SI sendiri, yang
memunculkan kekuatan baru dengan ideologinya sendiri, komonisme.
Banyak kalangan pergerakan yang kecewa
terhadap perpecahan itu. Mereka kecewa lagi, karena perpecahan itu bukan saja
menunjukkan perbedaan taktik, tapi lebih itu, masing-masing golongan semakin
mempertegas ideologinya. Sejak itu, SI dengan tegasnya menyatakan ideologi
Islamnya. Nasionalisme yang dikembangkannya adalah nasionalisme yang
berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Usaha-usaha untuk mempersatukan kembali
partai-partai politik dengan aliran-aliran ideologi itu, meskipun dalam benuk
federasi, selalu berakhir dengan kegagalan. Sementara itu, konflik ideologi
terus berkembang dan kadang-kadang mengeras. Ada pula yang mempertanyakaan
lembaga-lembaga Islam, seperti poligami, dan ibadah haji. Tuduhan lain, Islam
Arab merupakan suatu bentuk imperialisme yang tidak kalah jeleknya dari
Belanda.
Di awal tahun 1940an, Soekarno yang pernah
mendalami ajaran Islam, mencoba mendamaikan konflik-konflik itu dengan berusaha
mengutip pendapat pemikir-pemikir pembaharu di negara-negara Islam timur
tengah, termasuk Turki. Namun, konsep politik Islamnya lebih banyak merupakan
penerapan sekularisme, sebagaimana yang di praktekkan oleh Kemal Attaturk di
Turki.
Ø Masa Pendudukan Jepang
Kemunduran progresif yang dialami oleh
partai-partai Islam seakan mendapatkan dayanya kembali setelah Jepang datang
menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha mengakomodasi dua kekuatan. Jepang
kemudian menjanjikan kemenrdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat
Gunseikan No. 23/29 April 1945, tentang pembentukan badan penyelidik usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya,
yang kalangan Islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan
BPUPKI di dominasi oleh golongan nasionalis “Sekular”, yang ketika itu lazim
disebut golongan kebangsaan. Didalam badan inilah, Sukarno mencetuskan ide
pancasilanya. Setelah itu, dialog resmi ideologis antara dua golongan terjadi
dengan terbuka dalam suatu forum. Panitia sembilan, semacam sebuah komisi dari
forum itu, membahas hal-hal yang sangat mendasar, preambul UUD. Lima orang
mewakili golongan nasionalis “Sekular” (Sukarno, Muh.Hatta, Muh. Yamin, Maramis
dan Subardjo) dan empat orang lainnya mewakili Islam (Abdul Kahar Muzakkir,
Wachid Hasyim, Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso). Kompromi yang dihasilkan
panitia ini kelak dikenal sebagai piagam Jakarta. Pada prinsip ketuhanan
terdapat anak kalimat dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2.
WUJUD AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah
memiliki corak kebudayaan yang di pengaruhi oleh agama hindu dan budha. Dengan
masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi yang
meluruskan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam
tersebut tidak berarti kebudayaan hindu dan budha hilang.bentuk budaya sebagai
hasil dari proses akulturasi. Sedikit memberikan uraian berikut ini yaitu:
Ø Seni Bangunan, wujud akulturasi dalam seni
bangunan dapat dilihat dari bangunan masjid, makam, istana.
Ø Seni Rupa, tradisi Islam tidak
menggambarkan bentuk manusia/ hewan. Seni ukui relief yang menghias masjid,
makam Islam berupasaluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula sinkretisme, agar
dapat keserasian.
Ø Aksara dan Seni Sastra, tersebarnya agama
Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu
masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan arab melayu
atau biasa dikenal dengan istilah arab gundul. Dengan demikian wujud akulturasi
dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan atau aksara yang dipergunakan
yaitu menggunakan huruf arab melayu (arab gundul) dan isi ceritanya juga ada
yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
BAB II
KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA.
Kerajaan -
kerajaan Hindu-Buddha surut, mulai berdiri kerajaan-kerajaan Islam di tanah air
kita. Agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Agama dan
kebudayaan Islam masuk Indonesia melalui para pedagang yang berasal dari Arab,
Persia, dan Gujarat (India), dan Cina. Agama Islam berkembang dengan pesat di
tanah air. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Berikut ini beberapa contoh kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia.
A.
Kerajaan Perlak.
Kerajaan Islam
yang pertama kali berdiri di Sumatra dan tanah air adalah Kerajaan Perlak
(Peureula). Kerajaan Perlak ini berdiri pada pertengahan abad IX dengan raja
pertamanya bernama Alauddin Syah. Perlak pada saat itu merupakan kota dagang
penyedia lada paling terkenal. Pada akhir abad XII Kerajaan Perlak akhirnya
mengalami kemunduran.
B.
Kerajaan Samudera Pasai.
Kerajaan Samudra
Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir timur
laut Aceh Kabupaten Lhok Seumawe atau Aceh Utara kini. Kemunculannya sebagai
kerajaan Islam diperkirakan awal atau pertengahan abad ke-13 M, pendiri
dan raja pertama kerajaan ini adalah Malik al-Saleh, sebagai hasil dari
proses islamisasi daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim
sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya. Daerah yang diperkirakan masyarakatnya
sudah banyak yang memeluk agama Islam adalah Perlak, sepeti yang kita ketahui
berita dari Marco Polo yang singgah di daerah itu pada tahun 1292.
Bukti berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M, itu didukung dengan adanya nisan yang terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.[3] Nisan kuburan itu didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut. Keberadaan kerajaan ini dibuktikan dengan sumber sejarah berupa penemuan batu nisan bertuliskan Sultan Malik as-Saleh dengan angka tahun 1297 yang juga merupakan raja pertama. Menurut sumber sejarah, kerajaan ini pernah didatangi seorang utusan dari Sultan Delhi di India bernama Ibnu Batutah.
C.
Kerajaan Aceh Darussalam.
Kerajaan Aceh
berdiri pada tahun 1514. Sultan Ibrahim atau Ali Mugayat Syah adalah raja
pertama kerajaan ini. Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M.
Pada tahun 1521 M kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya
selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianekasi oleh raja Aceh, Ali
Mughayatsyah. Selanjutnya kerajaan Samudera Pasai di bawah pengaruh kesultanan Aceh
yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarng dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Dan belum diketahui pasti kapan kerajaan ini berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Mujaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalm. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada saat itu wilayah kekuasaan Aceh sangat luas. Kerajaan Aceh juga telah menjalin hubungan dengan para pemimpin Islam di kawasan Arab sehingga dikenal dengan sebutan Serambi Mekah. Puncak hubungan tersebut terjadi pada masa kekhalifahan Usmaniyah.
D.
Kerajaan Demak.
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja
Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada pengusaha-pengusaha islam di pesisir
untuk membangun pusat kekuasaan yang independen. Dibawah pimpinan Sunan Ampel
Denta, wali songo bersepakat mengangkat Raaden Patah menjadi raja pertama
kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun
Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidina Panatagama. Sebelumnya Demak yang
masih bernama Bintoro merupakan daerah vasal Majapahit yang diberikan Raja
Majapahit kepada Radeen Patah.
Maka berdiri kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yaitu Kerajaan Demak.
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Pada saat itu ulama
memegang peranan yang penting dalam pemerintahan misalnya dengan diangkatnya
Sunan Kalijaga dan Ki Wanalapa sebagai penasihat kerajaan. Kerajaan Demak
mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono. Pada tahun
1527 ketika armada Portugis datang untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa,
Kerajaan Demak berhasil memukul mundur. Pada masa kekuasaan dipegang oleh Jaka
Tingkir, pusat pemerintahannya dipindah dari Demak menuju Pajang.
E.
Kerajaan Pajang.
Pajang adalah
pelanjut atau sebagai pewaris kerajaan Demak. Sultan pertama kerajaan ini
adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di Lereng Gunung Merapi. Oleh
raja Demak ketiga Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di
Pajang, setelah dikawinkan dengan anak perempuannya. Setelah Raja Demak
meniggal dunia Jaka Tingkir memerintahkan agar semua benda pusaka Demak
dipindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di Pulau
Jawa ia bergelar Sultan Adiwijaya. Sultan Adiwijaya menghadiakan kota gede
Yogyakarta dan mengangkat Ki Ageng Pemanahan menjadi adipati di situ. Saat Ki
Ageng Pemanahan meninggal, jabatan adipati digantikan oleh anaknya, Sutawijaya.
Sementara itu adipati Demak diserahkan kepada Pangeran Aria Pangiri. Sutawijaya
yang menjadi adipati di Mataram (Yogyakarta) ingin menjadi raja dan berkuasa atas
seluruh pulau Jawa. Sebagai raja, Jaka Tingkir mendapat gelar Sultan Adiwijaya.
Setelah Sultan Adiwijaya wafat, pemerintahan dilanjutkan oleh Arya
Pangiri. Selanjutnya, dipimpin oleh Pangeran Benowo.
F.
Kerajaan Mataram Islam.
Kerajaan Mataram
didirikan oleh Sutawijaya yang memiliki gelar Panembahan Senopati Ing Alaga
Sayidin Panatagama. Setelah naik tahta kerajaan pada tahun 1586, Sutawijaya
bergelar Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Kerajaan Mataram
mencapai masa kejayaan pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma yang
bergelar Sultan Agung Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Khalifatullah. Saat itu
kekuasaan Mataram sangat luas dan seluruhnya berhasil disatukan. Kerajaan
yang dipimpin oleh Sutajaya ini adalah kerajaan kedua yang kini bercorak Islam,
sementara yang dulu bercorak Hindu. Namun letak Mataram Islam berada di bekas
wilayah Kerajaan Mataram Hindu. Sementara itu, Pajang yang dulu menjadi pusat
kerajaan, msuk menjadi wilayah kekuasaan Mataram Islam, dan Pangeran Benowo sebagai
adipati Pajang.
G.
Kerajaan Cirebon.
Kesultanan Cirebon
merupakan kerajaan Islam pertama di daerah Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan
oleh Sunan Gunung Jati. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada
tahun 1568 M, dalam usia 120 tahun. Kedudukannya sebagai Wali Songo mendapatkan
penghormatan dari raja-raja di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon
resmi berdiri sebuah Kerajaan Islam yang merdeka dari kekuasaan Kerajaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang belum
menganut ajaran Islam.
Dari Cirebon Sunan Gunung Jati, mengembnagkan ajaran Islam kedaerah-daerah lain
seperti Majalengka, Kuningan, Galuh, Sunda Kelapa dan Banten. Pada tahun 1525
M, ia kembali ke Cirebon dan menyerahkan Bnten kepada anaknya yang bernama
Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang meruntuhkan raja-raja Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan Girilaya. Sepeninggalannya, Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua pada tahun 1697 dan dipentahkan oleh dua orang putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Penembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan yang bergelar Syamsuddin, semeentara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Kanoman yang bergelar Badruddin.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bernama Panembahan Girilaya. Sepeninggalannya, Kesultanan Cirebon dipecah menjadi dua pada tahun 1697 dan dipentahkan oleh dua orang putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Penembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan yang bergelar Syamsuddin, semeentara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Kanoman yang bergelar Badruddin.
H.
Kerajaan Banten.
Sunda Kelapa
adalah pelabuhan yang pentig di Muara Sungai Ciliwung. Kedudukannya lebih
penting dari pada dua kota pelabuhan Pajajaran lainnya, yakni Banten dan
Cirebon. Setelah Fatahillah yang juga menantu Sunan Gunung Jati berhasil
menaklukkan Portugis di Sunda Kelapa, Banten dikembangkan sebagai pusat
perdagangan sekaligus tempat penyiaran agama. Setelah Sunan Gunung Jati
menaklukan Banten pada tahun 1525 M. Ia menyerahkan kekuasaan kepada putranya
yang bernama Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin kemudian menikah dengan Putri
Demak dan diresmikam menjadi Panembahan Bnten pda tahun 1552 M. Ia meneruskan
usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu Kelampung dan Sumatera
Selatan. Pada tahun 1527 M, ia berhasil menaklukan Sunda Kelapa. Banten juga
berhasil merdeka dan melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Kerajaan Banten ini
mengalami kemajuan yang sangat penting pada masa kekuasaan Ki Ageng Tirtayasa.
I.
Kerajaan Banjar.
Pada abad ke-16,
di pedaleman Kalimantan terdapat Kerajaan Nagaradaha (Kerajaan Daha).
Banjarmasin merupakan slah satu wilayah kekuasaan kerajaan tersebut. Kerajaan
Banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu yang
dipimpin oleh Raja Sukarama. Adipai Banjarmasi yang bernama Raden Samudera
berhasil menaklukan kerajaan Nagaradaha dengan bantuan Kerajaan Demak. Akhirnya
berdirilah Kerajaan Banjar dengan Raden Samudera sebagai rajanya. Setelah masuk
Islam ia bergelar Sultan Suryanullah. Islam pertama kali masuk ke Banjarmasin
pada abad XVI. Saat itu proses islamisasinya sebagian besar dilakukan oleh
Kerajaan Demak. Dalam waktu yang tidak cukup lama, bahkan Islam banyak dianut
masyarakat dari suku Bugis di sungai bagian timur Kalimantan. Ulama yang sangat
terkenal di kerajaan tersebut adalah Syeh Muhammad Arsyad al-Banjari.
J.
Kerajaan Kutai di Kalimantan
Timur.
Menurut risalah
Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja
Mahkota, yaitu Tuan di Bandang, yang dikenal dengan Dato’ Ri Bandang dari
Makasar dan yang satunya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu
Dato’ Ri Bandang kembali ke Makasar, sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di
Kutai. Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam, setelah itu segera dibanun
sebuah masjid dan pengajaran agama Islam dapat dimulai. Yang pertama mengikuti
pengajaran itu adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian pangeran, para mentri,
panglima dan hulubalang dan akhirnya rakyat biasa.
Sejak itu Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575. Penyabaran lebih jauh daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu puteranya Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.
K.
Kerajaan Sukadana.
Pada tahun 1550 Islam telah diperkenalkan kepada Kerajaan Sukadana di wilayah
barat Pulau Kalimantan. Meskipun raja yang berkuasa pada saat itu belum sempat
memeluk agama Islam, penerus kerajaan tersebut selanjutnya memeluk agama Islam.
Bahkan, pada tahun 1600 Islam menjadi agama yang sangat populer di sepanjang
pesisir pantai pulau tersebut.
L.
Kerajaan Ternate.
Kerajaan Ternate
berdiri pada abad ke-13 di Maluku Utara, dengan ibu kotanya di Sampalu. Rajanya
bernama Sultan Zaenal Abidin, ia belajar agama Islam di Gegesik. Kerajaan
Ternate merupakan penghasil rempah-rempah yang besar di Nusantara. Pada abad
ke-15, kerajaan ternate menjadi kerajaan terpenting di Maluku. Kerajaan Ternate
mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Pada waktu itu
wilayah kekuasaan Ternate sampai ke Philipina Selatan. Untuk menjaga wilayah
keamanannya, ia memiliki 100 kapal kora-kora untuk menjaga wilayahnya. Pada
masa itu Sultan Baabullah mendapat gelar seabagai “Yang Dipertuan di 72 pulau”.
Ia juga dikenal sebagai pahlawan yang gigih menentang penjajahan Portugis.
Dengan kegigiannya ia bersama rakyatnya nerhasil mengusir Portugis dari Maluku
pada tahun 1795.
M.
Kerajaan Tidore.
Seperti halnya
Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore pun merupakan penghasil cengkeh yang besar.
Berkat hasil cengkehnya itu kerajaan Tidore menjadi kerajaan yang maju. Raja
yang terkenal di Kerajaan Tidore adalah Sultan Nuku. Pada masanya, kekuasan
Tidore meliputi Halmahera, Seram, Kai, dan Irian Jaya. Pada mulanya kerajaan
Ternate dengan Kerajaan Tidore hidup damai berdampingan. Namun sejak kedatangan
Portugis , kedua kerajaan ini di adudombakan[25], setelah mengetahui bahwa
Portugis ingin menguasai Maluku, akhirnya dua kerajaan ini bersatu dan mengusir
Bangsa Portugis dari Maluku.
N.
Sulawesi (Gowa-Tallo, Bone, Wajo,
Soppeng dan Luwu).
Kerajaan
Gowa-Tallo, kerajaan yang kembar yang saling berbatasan, biasanya disebut
kerajaan Makasar. Kerajaan ini terletak di Semenanjung Barat Daya Pulau
Sulawesi. Gowa-Tallo adalah kerajaan yang berpusat pemerintahan di Makasar
(sekarang Ujung Padang), yaitu di Simbaopu (Makasar). Selain itu pula terdapat
kerajaan lain seperti Bone, Sopeng, Wajo dan Luwu. Kerajaan Makasar merupakan
kerajaan yang pertama di Sulawesi. Sementara itu Bone, Waajo, dan Soppeng
bersatu yang disebut Tellum Pottjo (Tiga Kerajaan). Penguasa Kerajaan
Gowa-Tallo pada tahun 1605 masuk agama Islam. Raja Tallo yaitu Kraeng Matoaya
sebagai Mangkubumi Kerajaan Gowa (Makasar), ia bergelar Sultan Abdullah.
Sedangkan penguasa Gowa yaitu Daeng Manrabia sebagai raja Gowa bergelar Sultan
Alaudin (1605-1639). Mereka berdua giat menyebarkan agama Islam. Mereka berdua
berusaha memperluas daerah kekuasaannya. Pada awalnya mereka mengajak Raja
Bone, Sopeng dan Wajo untuk memeluk agama Islam. Karena ditolak maka ketiga
kerajaan tersebut diperanginya dan akhirnya masuk Islam.
Sultan Alauudin, sangat menentang tindakan Belanda secara terang-terangan. Ia meninggal pada tahun 1639, dan digantikan oleh anaknya yang bernama Sultan Muhammad Said. Ia mengirimkan armada laut ke Maluku untuk melawan Belanda. Ia meninggal pada tahun 1653. Perlawanan Makasar terhadap Belanda memuncak pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669). Hasanuddin merupakan Raja Makasar yang paling berani melawan Belanda, sehingga mendapat julukan “Ayam Jantan dari Timur”. Ia sering melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal Belanda, yang sangat merugikan VOC (Belanda).
Keadaan Masyarakat Sumatera Sebelum Masuknya Agama Islam
Sumatera Utara memiliki letak geografis
yang sangat strategis. Sebab letaknya yang strategis membuat Sumatera Utara
menjadi pelabuhan yang sangat ramai. Dan menjadikan tempat singgah oleh para
saudagar-saudagar muslim Arab serta menjadi salah satu pusat perniagaan pada
masa lalu. Sebelum masuknya agama Islam di Sumatera Utara, penduduk setempat
menganut agama Hindu. Hal itu dibuktikan dengan berita yang menyebutkan bahwa,
Sultan Malik As Shaleh pada zaman dahulu menganut agama Hindu. Yang sebelumnya
di Islam kan oleh Syekh Ismael. Di Sumatera Selatan juga mempunyai letak
geografis yang sama dengan Sumatera Utara. Pelabuhan-pelabuhannya sangat ramai
oleh saudagar-saudagar muslim. Sebelum masuknya Islam di Sumatera Selatan,
sudah berdiri sebuah Kerajaan Sriwijaya yang bercorakl Buddha. Kerajaan
Sriwijaya memiliki kekuatan maritim yang sangat luar biasa. Karena kerajaan ini
bercorak Buddha, maka penduduknya atau masyarakatnya juga menganut agama
Buddha. Bangsa Indonesia yang sejak zaman dahulu sudah terkenal dengan sikap
tidak menutup diri. Dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama. Hal
ini menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara
damai dan tentram. Sehingga membuat agama Islam dapat masuk dan menyebar dengan
damai di Pulau Sumatera.
Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan
Palembang adalah kota yang memiliki letak
geografis yang strategis. Sejak zaman dahulu, Palembang menjadi tempat singgah
oleh para saudagar-saudagar yang berlayar di selat malaka. Selain dari
saudagar, para peziarah pun banyak yang melewati jalur ini. Persinggahan inilah
yang memungkinkan terjadinya masuk agama Islam di Kota Palembang (Sriwijaya)
atau di Sumatera Selatan. Perkembangan Islam di Sumatera Selatan, ada sumber
yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan erat antara saudagar timur tengah
dengan sriwijaya. Hal itu mempertimbangkan sejarah T’ang yang mengabarkan
adanya utusan Raja Tache ke Kelingga pada tahun 674 M. Dapat dipastikan bahwa
di Sumatera Selatan sudah ada proses Islamisasi. Bahkan T’ang menyebutkan telah
adanya Kampung Arab muslim di Pantai Barat Sumatera. Setelah itu munculah kerajaan Islam di
Indonesia yang
berada di Pulau Sumatera
Komentar
Posting Komentar