BAB II

KERAJAAN – KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA

A.       
Kerajaan Perlak


Kerajaan Perlak merupakan kerajaan yang pertama kali di Indonesia. Kerajaan Perlak berdiri pada abad ke-3 H (9 M). Dikatakan bahwa pada tahun 173 H, ada sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan dakwah. Dalam rombongan itu di pimpin oleh nahkoda khalifah. Kerajaan Perlak didirikan oleh Sayid Abdul Aziz (raja pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Pada akhir abad ke 12, di Pantai Timur Sumatera terdapat negara Islam yang bernama Perlak. Tapi nama itu kemudian dijadikan sebutan Peureulak. Negara Islam ini didirikan oleh para pedagang asing dari Mesir, Persia, Maroko, Gujarat yang menetap di wilayah tersebut. Pendirinya adalah orang Arab dari suku Quraisy. Semenjak awal abad ke 12, pedagang Arab itu menikah dengan putri asli daerah tersebut, keturunan raja Perlak. Dari perkawinannya dia mendapatkan seorang anak yang bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz inilah yang menjadi raja pertama negeri Perlak. Kerajaan ini mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan berdaulat. Pada era pemerintahannya, kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah.

B.       
Kerajaan Samudera Pasai


Kerajaan samudera pasai terletak di Aceh dan di pesisir timur Laut Aceh. Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai belum bisa di pastikan dengan tepat. Dan masih menjadi perdebatan para ahli sejarah. Malik Al-Saleh adalah raja pertama kerajaan Samudera Pasai, dia juga pendiri kerajaan tersebut. Dalam hikayat raja-raja pasai disebutkan bahwa nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi seorang raja adalah merah Sile atau merah Selu. Malik Al-Saleh masuk Islam setelah mendapatkan seruan dakwah dari Syekh Ismail beserta rombongan yang datang dari Makkah. Samudera Pasai ketika itu adalah pusat belajar agama Islam dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai negeri Islam. Untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan. Selain itu, Sultan Maliku Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah ke berbagai wilayah Nusantara. Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam. Pemerintahnya bersifat Teokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka. Selama abad ke-13 sampai awal abad ke-16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota dengan Bandar Pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan Internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan hanya perdagangan ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.

C.        Kerajaan Aceh

Pada awalnya, wilayah Kerajaan Aceh ini hanya mencakup daerah Banda Aceh dan Aceh Besar. Yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Saat Mughayat Syah naik kedudukan menggantikan ayahnya, beliau berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya. Termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Kerajaan-kerajaaan kecil yang berada disekitar Aceh juga di taklukan Mughayat Syah. Seperti Kerajaan Peurelak, Pedir, Daya dan Aru. Sejak saat itu kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam. Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masa ini merupakan masa paling cerah bagi Aceh. Dimana kekuasaannya berkembang dan terjadi penyebaran Islam hampir di seluruh Sumatera. Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam menjadi salah satu pusat pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh dibangun Masjid Baiturrahman, rumah-rumah Ibadah, dan lembaga-lembaga pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf As-Sinkili.

D.        Kerajaan Minangkabau

Kerajaan Minangkabau juga di kenal dengan sebutan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan Minangkabau adalah salah satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri. Meliputi Provinsi Sumatra Barat saat ini, dan daerah-daerah di sekitarnya. Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347. Dan sekitar tahun 1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam. Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16 H. Yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala). Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17 H, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam riwayat adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif. Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan. Dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal adalah Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabullah. Yang artinya adat Minangkabau berdasarkan pada agama Islam. Sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Quran dan Hadits. Pengaruh agama Islam membawa perubahan secara mendasar terhadap adat Minangkabau. Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung. Hal itu dibuktikan dengan ditambahnya unsur pemerintahan, seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam.


E.         Kerajaan Riau

Sebelum masuknya agama Islam wilayah Riau, tidak ada satu pun dari penduduk Riau yang memegang agama tauhid. Agama penduduk asli adalah Anismisme, yang percaya ruh nenek moyang dan para leluhur. Kemudian menyusul pada sebagian penduduk mereka yang beragama Budha dan sekali berkembang menjadi Hindu-Budha. Wilayah Riau Kuntu-Kampar adalah daerah pertama di Riau yang berhubungan dengan orang-orang Islam (pedagang). Hal ini dimungkinkan karena sejak zaman Bahari, daerah ini telah berkaitan erat dengan pedagang-pedagang asing dari negeri Cina, India, dan Arab (Persia). Hubungan tersebut didasarkan oleh kepentingan perdagangan. Karena daerah lembah Sungai Kampar kanan atau kiri merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kampar yang pertama kali dimasuki agama Islam.

F.         Kesultanan Palembang

Pada waktu itu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit. Di daerah ini ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar pada tahun 14-15 H (1447 M). Pada awalnya dia memeluk agama hindu, lalu kemudian masuk agama islam.

G.        Kerajaan Kesultanan Jambi

Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang ini. Kerajaan Jambi ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan-Kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan Lima Kota di Utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan Palembang (Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi juga menguasai Lembah Kerinci, meskipun pada masa akhir kekuasaannya tidak lagi diperdulikan lagi. Ibukota Kesultanan Jambi terletak di Kota Jambi, yang terletak di pinggir Sungai Batanghari.

BAB IV

KERAJAAN ISLAM DI KALIMANTAN

Masjid Sultan Suriansyah Kerajaan Banjar
Foto: IST
Islam mengakar kuat di pulau kalimantan, seiring dengan perkembangan islam di bumi nusantara. Ada banyak teo ri tentang kapan islam masuk di kalimantan. Marzuki dalam tarikh dan kebudayaan islam menjelaskan, di pulau kali mantan islam masuk melalui pintu timur. Kalimantan timur pertama kali diislamkan oleh datuk ri bandang dan tunggang parangan.Kedua mubalig ini datang ke Kutai (Kalimantan Timur) setelah orang-orang Makassar masuk Islam. Proses Islamisasi di sini dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi sekitar 1575 M. Teori lain menya takan, Islamisasi Kalimantan mungkin berlangsung atau dimulai dari Kerajaan Bru nei. Pada masa itu, Brunei merupakan pelabuhan dagang yang paling terkenal di Kalimantan. Menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional III, di seluruh Kalimantan terdapat kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam, baik yang besar maupun yang kecil. Berikut ini tiga kerajaan Islam yang pernah eksis di Kalimantan.

A.        Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar (Banjarmasin) terdapat di daerah Kalimantan Selatan yang muncul sejak kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, yaitu Nagara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang berpusat di daerah hulu Sungai Nagara di Amuntai kini. Raden Samudra dinobatkan sebagai raja Banjar oleh Patih Masiri, Muhur, Balit, dan Kuwin. Pada waktu menghadapi peperangan dengan Daha, Raden Samudra minta bantuan Demak sehingga mendapat kemenangan. Sejak itulah penguasa Kerajaan Samudra menjadi pemeluk agama Islam dengan gelar Sultan Suryanullah. Islamisasi di daerah ini terjadi sekitar 1550 M. Sejak pemerintahan Sultan Suryanullah Kerajaan Banjar meluaskan kekuasaannya sampai Sambas, Batanglawai Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan.

B.        Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, yaitu di sekitar pertemuan Sungai Mahakam dengan anak sungainya. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Dulunya kerajaan ini bercorak Hindu. Karena letak kerajaan yang strategis, yakni berada di jalur perdagangan antara Cina dan India sehingga menunjang ekonomi kerajaan dan menjadi pintu masuknya bagi agama Islam. Kedatangan Islam di Kalimantan Timur dapat diketahui dari Hikayat Kutai, yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datang dua orang mubalig yang bernama Tuan ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan. Mereka datang di daerah Kutai setelah mengislamkan masyarakat Sulawesi Selatan. Peristiwa ini terjadi pada akhir abad ke-16. Pada abad ke-17, aga ma Islam mulai diterima dengan baik oleh Ke rajaan Kutai Kertanegara dan rakyat-rakyatnya.

C.        Kerajaan Pontianak

Kesultanan Pontianak didirikan pada akhir abad ke-18 M, sekaligus merupakan kesultanan termuda yang lahir di wilayah Kalimantan Barat. Sebelumnya, telah banyak terdapat kesultanan atau kerajaan lainnya yang telah lebih dulu berdiri di wilayah ini. Seperti Kerajaan Landak (1472M), Matan (16M), Mempawah (16M), Sambas (17M), dan lainnya. Syarif Abdurrahman Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak Pertama. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Ra ya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Ka dariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Da lam Bugis Kecamatan Pontianak Timur. Ia me merintah dari tahun 1771-1808. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Pontianak terus mengalami kemajuan hingga menjadi kekuatan baru di wi la yah Kalimantan Barat dalam aktvitas perda gang an nya. Hal ini karena posisi kerajaan yang strate gis sehingga banyak pedagang asing yang singgah.

 





BAB V

 KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI DAN MALUKU

BESERTA PENJELASANNYA


Agama Islam menyebar ke seluruh Nusantar di mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Kemudian Maluku. Masuknya agama Islam di Sulawesi tidak lepas dari kerajaan-kerajaan yang berada di Sulawesi. Bisa dikatakan bahwa kerajaan adalah kunci utamanya rakyat. Apabila raja sudah menentukan maka, biasanya rakyatnya akan mengikuti. Kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi antara lain Bone, Luwu, Soppeng, Gowa, Tallo, dan Wojo. Sebenarnya kerajaan-kerajan tersebut pada awalnya bercorak Hindu. Namun, setelah Kerajaan Gowa dan Tallo memeluk agama Islam. Kerajaan-kerajaan lain yang ada di Sulawesi juga ikut memeluk agama Islam. Kerajaan Gowa-Tallo memiliki peran sejarah yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Sulawesi. Selain itu, kerajaan Gowa-Tallo juga berperan dalam perdagangan regional dan Internasional. Proses Islamisasi di Sulawesi terjadi karena adanya jalinan hubungan baik ekonomi dan politik. Dan kepentingan kerajaan dengan pihak di luar Pulau Sulawesi. Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari perdagangan yang berlangsung waktu itu. Penyebaran Islam di Nusantara selalu dikaitkan dengan jalur perdagangan. Seperti juga penyebaran agama Islam waktu di Sumatera, juga melalui pedagang-pedagang dari Timur Tengah. Kali ini saya akan membahas tentang kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi, yang sebelumnya juga saya memaparkan kerajaan islam di Sumatera dan Jawa. Berikut ini kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi :

A.        Kerajaan Gowa-Tallo

Pada abad ke-15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya adalah dari suku bangsa Makassar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu,Bone, Soppeng dan Wojo). Gowa dan Tallo merupakan kerajaan yang memiliki hubungan baik. Kerajaan ini juga dikenal dengan sebutan kerajaan Makassar. Kerajaan Gowa dan Tallo terletak di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah Sulawesi Selatan ini memilik posisi yang sanagat bagus. Karena dekat dengan jalur pelayaran  erdagangna Nusantara. Selain itu, Makassar juga menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang dari jalur Barat maupun Timur. Hal ini mengakibatkan kerajaan Makassar berkembang menjadi besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Kerajaan Gowa Tallo memiliki pengaruh dalam kerajaan Islam di Indonesia. Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang dengan kerajaan lain yang ada di Sulawesi Selatan. Seperti dengan kerajaan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo. Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Wajo dikalahkan oleh Kerajaan Gowa-Tallo. Ketiga Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng melaksanakan persatuan. Untuk mempertahankan kemerdekaannya yang disebut perjanjian Tellum Pocco, sekitar tahun 1582. Sejak Kerajaan Gowa resmi sebagai kerajaan bercorak Islam pada tahun 1605, Gowa meluaskan pengaruh politiknya. Kerajaan-kerajaan yang patuh kepada Kerajaan Gowa-Tallo, antara lain Wajo pada 10 Mei 1610, dan Bone pada 23 Nopember 1611. Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan dilakukan oleh paramubaligh yang disebut dengan Dato’ Tallu. Antara lain Dato’ Ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal) Dato’ Ri Pattimang (Dato’ Sulaemana atau Khatib Sulung), dan Dato’ Ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu). Itulah para Dato’ yang mengislamkan raja-raja kerajaan Islam di Sulawesi pada waktu itu. Yaitu raja Luwu Dato’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad. Beliau masuk islam pada tanggal 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari 1605 M). Raja Gowa dan Tallo yaitu Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Mallingkang Daeng Manyonri (Karaeng Tallo). Beliau masuk islam pada Jumat sore, tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M dengan gelar Sultan Abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa I Manga’ Rangi Daeng Manrabbia. Beliau masuk Islam pada Jumat, tanggal 19 Rajab 1016 H atau 9 November 1607 M. Dalam sejarah kerajaan Gowa, Perjuangan sultan Hasanuddin dalam mempertahankan kedaulatannya melawan penjajah VOC sangat gencar. Peristiwa peperangan melawan VOC terus berjalan dan baru berhenti sekitar tahun 1637-1678 M. Perang ini berhenti setelah terjadi perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Dan perjanjian ini sangat merugikan bagi pihak Gowa dan Tallo.

B.        Kerajaan Wajo

Menurut sumber sejarah kerajaan Wajo yang terdapat di hikayat Lontara Sukkuna Wajo. Menceritakan bahwa Kerajaan Wajo ini didirikan oleh tiga orang anak raja dari Kampung tetangga Cinnotta’bi. Yang berasaal dari keturunan dewa yang mendirikan Kampung Cinnotta’bi. Dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian bangsa Wajo. Antra lain, Batempola, Talonlereng dan tua. Kepala keluarga mereka menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Sejak saat itu, raja-raja di Wajo tidak lagi turun temurun. Namun, melalui pemilihan dari seorang keluarga raja menjadi arung matoa (raja utama ).
Selama keempat arung-matoa dewan pangreh-praja diperluas dengan tiga pa’betelompo(pendukung panji). 30 arung-ma’bicara (raja hakim), dan tiga duta. Sehingga jumlah anggota dewan berjumlah 40 orang, mereka itulah yang memutuskan segala perkara. Kerajaan Wajo memperluas daerah kekuasaannya sehingga menjadi Kerajaan Bugis yang sangat besar.
Kerajaan Wajo pernah ditaklukan oleh kerajaan Gowa dalam upaya memperluas agama Islam, dan tunduk pada tahun 1610. Diceritakan juga pada hikayat tersebut bahwa bagaiman Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman mengajarkan agama Islam, terhadap raja-raja Wajo dan rakyatnya. Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman memberikan pelajaran tentang masalah kalam dan fikih. Pada tahun 1643, 1660 dan 1667, kerajaan Wajo sering membantu kerajaan Gowa pada peperangan baru dengan kerajaan Bone. Kerajaan Wajo juga pernah di taklukan oleh kerajaan Bone. Tetapi karena didesak, maka kerajaan Bone takluk kepada kerajaan Gowa dan Tallo.

C.        Kerajan Ternate dan Tidore

Secara geografis kerajaan Ternate dan Tidore memiliki tata letak yang sanagt strategis dalam dunia perdagangan pada waktu itu. Kedua kerajaan ini terletak di pulau Maluku. Pada zaman dahulu, kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Sehingga di juluki sebagai “The Spice Island”. Rempah-rempah menjadi barang dagangan utama dalam dunia pelayaran perdagangan pada waktu itu.

D.        Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke 13 di Maluku. Ibu kota kerajaan Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain kerajaan Ternate, di Maluku juga ada kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang paling maju diantara yang lainnya. Sehingga kerajaan Ternate banyak di kunjungi oleh para pedagang. Baik itu dari Nusantara maupun dari pedagang asing.

Kemunduran Kerajaan Ternate

Kemunduran kerajaan Ternate ini disebabkan karena diadu domba dengan kerajaan Tidore. Pelaku adu dombanya adalah bangsa-bangsa asing (Portugis dan spanyol). Yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol. Kemudian mereka bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol keluar pulau Maluku. Tapi kemenangan tersebut tidak beratahan lama, sebab VOC menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. VOC juga menaklukan kerajaan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol.

E.         Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore terletak disebelah Selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, raja pertama Ternate adalah Muhammad Naqal yang naik kedudukan pada tahun 1081 M. Agama Islam masuk di kerajaan Ternate pada tahun 1471 M, yang dibawa oleh Ciriliyah (raja Tidore ke-9). Proses Islamisasi kerajaan Tidore dilakukan oleh Syekh Mansur dari Arab. Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku pada tahun 1780-1805 M. Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda dengan bantuan Inggris. Dalam peperangan melawan Belanda, akhirnya Ternate dan Tidore berhasil mengusir Belanda dari Maluku. Semantar itu, Inggris tidak mendapat apa-apa, hanya saja hubungan dagang biasa. Sultan Nuku ini memeng cerdik, berani, ulet dan selalu waspada. Setelah berhasil mengusir belanda dan bangsa asing lainnya, kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Dan bisa merebut kembali daerah-daerah yang dulunya dikuasai oleh bangsa asing. Meliputi pulau seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai dan Papua.

Kemunduran Kerajaan Tidore

Kemunduran Kerajaan Tidore ini juga seperti kemunduran kerajaan Ternate. Sama-sam di adu domba oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol). Dan Tujuannya pun sama dengan kemunduran kerajaan Ternate.

F.         Kerajaan Bone

Proses Islamisasi Kerajaan Bone tidak terlepas dari Islamisasi Kerajaan Gowa. Sultan Alauddin (raja ke-14 Gowa) melakukan penyebaran islam secara damai. Pertama-tama yang beliau lakukan adalah dakwah islam terhadap kerajaan-kerajaan tetangga. Islam Masuk di Bone pada masa raja La Tenri Ruwa pada tahun 1611 M, dan dia hanya berkuasa selama tiga bulan. Karena, Beliau telah menerima islam sebagai agamanya. Padahal dewan adat Ade Pitue bersama rakyatnya menolak ajaran agama Islam. Perlu diketahu, bahwa sebelum Sultan Adam Matindore Ri Bantaeng dan La Tenri Ruwa masuk Islam. Ternyata sudah ada rakyat Bone yang telah berislam lebih duluan. Bahkan, Raja sebelumnya yaitu We Tenri Tuppu karena mendengar sidendreng masuk agama islam. Beliau pun tertarik belajar agama Islam dan akhirnya wafat disana. Sehingga, beliau diberi gelar Mattinroe Ri Sidendren.

G.       Kerajaan Konawe

Islam Masuk di Kerajaan Konawe pada akhir abad ke 16. Dan kurang lebih 16 tahun setelah kesultanan Buton menerima Islam. Islam masuk di kerajaan Konawe secara tidak resmi pada masa pemerintahan Tebowo.Islam masuk didaerah-daerah pesisir Pantai, yang langsung berhubungan dengan pedagang-pedagang dari luar. Tapi, agama Islam yang dibawa oleh para pedagang belum dapat diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Karena masyrakat pada umumnya masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Pada masa pemerintahan Mokole Lakidende (raja Lakidende II) sekitar abad ke -18 M. Agama Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Mokole Lakidende ini mendapat gelar Sangia Ngginoburu, karena beliau sebagai raja Konawe yang memeluk Islam pertama kali. Pada saat pemerintahan ayahnya, Maago Lakidende sudah belajar agama Islam dipulau Wawonii. bahkan ketika beliau diangkat menjadi raja di konawe beliau tidak berada di tempat kerajaan, tetap sementara di pulau Wawonii.Setelah selesai belajar di Wawonii, beliau melanjutkan memperdalam seni baca Al-Qur’an di Tinanggea. Selama memperdalam pengetahuan agama Islam. Pelaksana sementara raja Konawe dialihkan ke Pakandeate dan Alima Kapita Anamolepo. Mereka menjadi pejabat sementara pada abad yang sama (Ke-18). Kemudian dilanjutkan oleh Latalambe, Sulemandara merangkap pelaksana sementara raja Konawe. Dan We Onupe menjadi pejabat sementara, masing-masing pada abad ke-19. Nah, itulah kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi dan Maluku. Semoga artikel saya kali ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan bisa menambah ilmu-ilmu sejarah serta pengetahuan. Sekian dan Terima kasih













Komentar

Postingan populer dari blog ini

lingkungan